PENDAHULUAN DAN LATAR BELAKANG
Perekonomian
merupakan hal penting yang harus senantiasa dikembangkan karenamenyangkut hidup
orang banyak. Namun, di tengah maraknya pembangunan perekonomiansekarang ini,
terjadi masalah dilematis yang cukup rumit, yaitu menyangkut pembangunanperekonomian
pada satu sisi dan pelestarian alam pada sisi yang lain. Berkurangnya
sumberdayaalam, polusi pabrik dan alih fungsi lahan hijau menjadi lahan
perekonomian, merupakan contohakibat dari pembangunan ekonomi yang tidak selaras
dengan pelestarian alam.
Pembangunan
ekonomi berwawasan lingkungan adalah pembangunan berkelanjutan dibidang ekonomi yang
tidak hanya berorientasi hasil untuk saat ini tetapi juga berorientasi padamasa
depan dengan titik fokus pada keberlangsungan pelestarian lingkungan,
sebagaimana diketahui
bahwa barometer keberhasilan sebuah pembangunan adalah keselarasan antara pertumbuhan ekonomi
yang tinggi dan pembangunan berkesinambungan yang ditandai dengantidak
terjadinya kerusakan sosial dan kerusakan alam. Oleh karena itu, pembangunan
ekonomi berwawasan
lingkungan harus diterapkan demi keberlanjutan kehidupan
Secara
ringkas dapat dikatakan bahwa pembangunan ekonomi yang semata-mata ditujukanuntuk
memperoleh keuntungan tanpa memperhatikan keberlangsungan alam dan lingkungan
akanmembawa dampak negatif tidak hanya bagi alam tetapi juga bagi masyarakat.
Salah satu dampaknegatif yang ditimbulkan adalah berkurangnya sumberdaya alam,
pencemaran udara akibat polusiindustri dan pembangunan infrastruktur yang
identik dengan perusakan alam. Namun, hal tersebut dapat dicegah dengan
menerapkan program pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan.
“KETERKAITAN
PDRB PERKAPITA DARI SEKTOR INDUSTRI, TRANSPORTASI, PERTANIAN DAN KEHUTANAN
TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN DIUKUR DARI EMISI CO₂ DI JAWA TENGAH”
Katrin Retno Gupito
Johanna M. Kodoatie1
(Mahasiswa IESP Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro)
Pembangunan ekonomi berjalan hampir beriringan dengan menurunnya daya
tahan dan fungsi lingkungan hidup, pembangunan yang terlalu berorientasi dalam
mengejar pertumbuhan seringkali mengabaikan aspek pengelolaan lingkungan.
Pembangunan yang bertujuan mensejahterakan masyarakat pada akhirnya justru
menjadi perusak sistem penunjang kehidupan dalam hal ini lingkungan hidup.
Pembangunan harus tetap berjalan dengan tidak melupakan pengelolaan lingkungan
hidup, secara umum pembangunan yang berkelanjutan bertumpu pada ekonomi,
lingkungan hidup, dan sosial budaya. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi saja
tidak cukup, tetapi dibutuhkan pembangunan yang berwawasan atau ramah
lingkungan hidup (Todaro, 2009).
Pembangunan ekonomi yang ada
telah banyak mencemarkan alam sekitar, serta mengakibatkan penurunan kualitas
lingkungan. Masalah lingkungan hidup sebenarnya sudah ada sejak dahulu, dan
bukanlah masalah yang hanya dimiliki atau dihadapi oleh kabupaten/kota maju ataupun
yang miskin, tapi masalah lingkungan hidup merupakan masalah bagi seluruh
daerah. Penurunan kualitas lingkungan dapat terjadi akibat emisi yang berasal
dari industri, transportasi, pertanian dan kehutanan. Sebagian besar daerah
yang sedang berkembang mulai beralih dari yang berfokus pada sektor pertanian
menjadi sektor industi, tentunya yang bertujuan untuk meningkatkan PDRB dari
sektor industri terhadap PDRB perkapita (Ananta,1990). Gas rumah kaca berasal
dari beberapa sumber dilihat dari beberapa sektor, yaitu
·
Sector
Industri : kegiatan pabrik pabrik industri, cerobong asap rumah produksi,
limbah hasil pengolahan.
·
Sektor
transportasi:pengeluaran gas pembakaran alat bantu.
·
Sektor
kehutanan : kegiatan pengrusakan/ pembakaran hutan, penebangan hutan, perubahan
kawasan hutan menjadi bukanhutan, menyebabkan lepasnya sejumlah emisi GRK yang
sebelumnya disimpan didalam pohon.
· Sektor
pertanian: Dari sektor pertanian, emisi GRK terutama metana dihasilkan dari
sawah yangtergenang, pemanfaatan pupuk, pembakaran padang sabana dan pembusukan
sisa-sisa pertanian.
Sektor kehutanan mempunyai
kontribusi yang sangat besar terhadap emisi CO₂ di Indonesia. Emisi tersebut dari sektor kehutanan
terkait dengan proses deforestasi (landuse, land use change, and forestry) yang
disertai dengan kebakaran hutan. Bank Dunia (2009) mengestimasi alih fungsi
lahan (land use change) dan deforestasi di Indonesia sekitar 2 juta hektar per
tahun. Secara lebih detail, Forest Watch Indonesia (FWI) dan Global Forest
Watch (GFW) mencatat laju perubahan kehutanan besar besaran di Indonesia
sekitar 1 juta hektar per tahun sepanjang tahunnya.
Menurut Badan Lingkungan
Hidup Sektor kehutanan menjadi salah satu topik yang menarik untuk
diperbincangkan dalam konteks perekonomian Internasional. Pasalnya sektor ini memiliki
beberapa alasan, antara lain:
a.
Permintaan
terhadap produk-produk kehutanan selalu meningkat. Meskipun
demikian,perdagangan atas produk kehutanan tidak banyak yang diperdagangkan
dalam pasarglobal dan hanya terfokus pada konteks regional sehingga diperlukan
perluasan pasar.
b.
Produksi
kehutanan yang berasal dari hutan tropis hanya memiliki porsi kecil dalam
pasarglobal.
Dengan meningginya nilai
jual pada sektor kehutanan ini tentu semakin banyaknya perburuan serta
penebangan. Ini mengakibatkan menurunnya fungsi pohon sebagai penghasil oksigen
serta tidak adanya penyaringan akan gas karbon yang dihasilkan dari bumi. Belum
lagi jika terjadi kebakaran hutan yang tidak hanya menimbulkan polusi tetapi
juga mengakibatkanpengurangan yang serius terhadap jumlah sektor kehutanan ini.
“Hak-hak
Masyarakat Adat dan Masalah serta Kelestarian Lingkungan Hidup di Indonesia”
Sandra Moniaga
Dalam kaitannya dengan permasalahan lingkungan hidup, sebagian kelompok memposisikan
mereka sebagai kelompok yang diidealkan dalam berhubungan dengan alam dengan
menekankan pada realita akan adanya hubungan spiritualitas dari
masyarakat-masyarakat adat dengan alam. Sedangkan kelompok lain, termasuk
pemerintah orde baru, mereka dianggap sebagai penghambat utama dari
perkembangan “kemajuan” khususnya dari segi ekonomi.
Di Indonesia, kita
seharusnya merasa beruntung dengan adanya masyarakat-masyarakat adat yang
barangkali berjumlah lebih dari seribu kelompok. Keberadaan mereka merupakan
suatu kekayaan bangsa karena artinya ada lebih dari seribu ragam ilmu
pengetahuan yang telah mereka kembangkan. Ada lebih dari seribu bahasa yang
telah dimanfaatkan dan dapat membantu pengembangan khasanah bahasa Indonesia
dan masih banyak lagi hal lain yang
Dimensi lain dari hubungan
masyarakat adat dan lingkungan adalah adanya kenyataan dimana sebagian
masyarakat adat juga ikut bekerja bersama pihak-pihak yang mengembangkan
kegiatan yang merusak lingkungan. Dalam hal ini ada individu-individu yang
terlibat dalam kegiatan pembabatan hutan dan penambangan skala besar baik
sebagai karyawan maupun sebagai perorangan danatau kelompok masyarakat yang
tidak memiliki alternatif sumber pendapatan lain.Dalam konteks ini, sejauh
kegiatan tersebut bukan merupakan keputusan kolektif dari masyarakat adat yang
bersangkutan maka haruslah ditempatkan sebagai kegiatan dan tanggung jawab
individual dari pelakunya. Sedangkan apabila kegiatan tersebut memang diputuskan
sesuai adat mereka, maka haruslah diterima sebagai keputusan kelompok yang bersangkutan
dan bukan merupakan tanggung jawab dari seluruh masyarakat adat.
Betul sudah ada kemajuan
dalam hal kebebasan berekspresi, berkumpul dan berorganisasi dirasakan banyak pihak.
Namun belum ada perubahan mendasar dari politik ekonomi pengelolaan sumber daya
alam di negeri ini. Istilahnya, masih business as ussual. Belum terasa adanya
angin reformasi di sector kehutanan, pertambangan, mineral dan energi apalagi
di kelautan dan perikanan yang baru ‘digarap’. Padahal amandemen UUD 1945 kedua
dan ketiga mulai mengakui hak-hak masyarakat adat (yang terkadang disebut
sebagai masyarakat hukum adat, di pasal lain sebagai masyarakat tradisional).
Serta Sidang Tahunan MPR bulan Nopember lalu telah menetapkan Tap. No.
IX/MPR-RI/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang
antara lain dalam pasal 4 menetapkan prinsip: “melaksanakan fungsi sosial,
kelestarian, dan fungsi ekologis sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat” dan
“mengakui, menghormati, dan melindungi hak masyarakat hukum adat dan keragaman
budaya bangsa atas sumber daya agraria/sumber daya alam”. Memperbaharui kelembagaan
dan program yang nyata dan dapat menjawab permasalahan kemiskinan, konflik,
ketimpangan dan ketidakadilan sosial-ekonomi rakyat serta kerusakan ekosistem.
(TumbuSaraswati, 2001)
Pengelolaan sumber daya alam
berbasis masyarakat, termasuk masyarakat adat, seharusnya dijadikan paradigma
acuan dalam menerjemahkan penghormatan hak-hak asasi masyarakat adat dan
pelestarian lingkungan sebagai jawaban atas permasalahan selama ini terjadi. Ibarat
ratusan perpustakaan yang sedang terbakar, demikian kondisi masyarakat adat
kita dengan kekayaan pengetahuan mereka dalam mengelola serta hidup dengan
lingkungan secara bersahabat. Selagi belum terlambat, mari segera kita
selamatkan. Tanpa ada perubahan paradigmatis dan pembenahan atas berbagai
peraturan perundangan, kelembagaan dan program yang terkait maka amandemen UUD
1945 dan pengesahan Tap IX/MPR-RI/2001 hanyalah tirai asap lain atas impunity, pelanggaran
HAM dan perusakan lingkungan yang sistematik.
“Paradigma Baru
Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan”
Prof. Dr. Ir. H. Rokhmin Dahuri
(Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dun Lautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB)
Orasi ilmiah yang diberi judul "Paradigma Baru Pembangunan Indonesia
Berbasis Kelautan" ini menggagas paradigma pembangunan bangsa berbasis
kelautan yaitu paradigma pembangunan yang memberi arahan dalarn pendayagunaan
sumberdaya kelautan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi (kemakmuran),
pemerataan kesejahteraan (keadilan sosial), dari terpeliiaranya aaya dukung
ekosistem pesisir dan laut secara seimbang. Rumusan paradigma pembangunan disusun
berdasarkan pada potensi, peluang, permasalahan, kendala dan kondisi pembangunan
kelautan yang ada, juga mempertimbangkan pengaruh lingkungan strategis terhadap
pembangunan nasional seperti otonomi daerah dan globalisasi.
Adalah fakta fisik
yang tak terbantahkan bahwa wilayah lndonesia berupa laut, ditaburi dengan
17.500 lebih pulau, yang dirangkai oleh garis pantai sepanjang 81.000 km yang
merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Bentangan
jarak dari wilayah darat di ujung barat (Sabang) ke ujung timur (Merauke)
sebanding dengan dari London sarnpai ke Baghdad (timur). Sedangkan rentang wilayah
darat dari ujung utara (Pulau Miangas, Kabupaten Sangihe Talaud) sampai ke ujung
selatan (Pulau Rote) hampir sama dengan jarak antara utara di Jerman hingga ke selatan
di Aljajair (Soegondo dalam Suryanegara, 2000). Lebih dari itu, laut besarnya kawasanpesisir
yang mengitarinya mengandung potensi ekonomi (pembangunan) yang sangat besar
dan beraneka-ragam. Oleh karenanya, masyarakat dunia mengenal Indonesia sebagai
negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut
terbesar (mega marine biodiversity)
(Polunin,1983). Kondisi
geografis ini dilengkapi dengan kenyataan bahwa letak Indonesia beradapada
posisi geopolitis yang strategis yakni Lautan Pasifik dan Lautan
Hindia-sebuahkawasan paling dinamis dalam masa dan percaturan politik,
pertahanan dan keamanandunia. Dengan alasan geo-ekonomi dan geo-politik
tersebut seharusnya sudah cukup hebat, bila pembangunan kelautan selayaknya
menjadi aset utama (mainstream) pembangunan nasional. Di samping itu banyak
argumen lain yang memperkuat mengapa pembangunan berbasis kelautan seharusnya
dijadikan aset utama pembangunan nasional kita baik secara ekonomi, politik,
sosial dan budaya. Pertama, karena sumberdaya kelautan yang sangat berlimpah
dan kaya maka Indonesia memiliki keunggulan kompetitif yang sangat tinggi.
Industri yang berbasis
sumberdaya kelautan memiliki keterkaitan ( backward and forward lingkage) yang sangat
hat dengan industri dan aktifitas ekonomi lainnya, sehiigga mengembanggakan industri
berbasis kelautan berarti juga menghidupkan dan mendorong aktifitas ekonomidi
sektor lainnya. Ini termasuk usaha komunikasi, perdagangan, pengolahan,dan jasa-jasa
lainnya.
Sumberdaya kelautan sebagian
besar merupakan sumberdaya yang senantiasa dapat diperbarui (renewable
resources) sehingga keunggulan komparatif dan kompetitif ini dapat
dipertahankan dalam jangka panjang asal diikuti dengan pengelolaan yang arif.
Dari aspek politik-dengan kondisi
geopolitis sebagaimana disebutkan maka stabilitas politik dalam negeri dan luar
negeri dapat tercapai bila kita memiliki jaminan keamanan dan pertahanan dalam
menjaga wilayah kedaulatan perairan kita.
Dari sisi sosial dan budaya-sebenarnya menjadi
pembangunan berbasis kelautan sebagai arus utama pembangunan bangsa kembali
(reinventing) aspek kehidupan yang pernah secara dominan ada dalam budaya dan
tradisi kita sebagai bangsa. Sejarah mencatat bahwa dalam beberapa abad lamanya
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan peradaban yang berada di wilayah Nusantara
ini memiliki kekuatan ekonomi dan politiknya dengan berbasis pada sumberdaya
kelautan. Pada saat itu, laut telah menjadi media hubungan nasional dan
internasional, serta menjadi kawasan penting secara politik, ekonomi danmiliter
pada tingkat dunia.
Tawaran pembangunan berbasis kelautan
dijadikan alasan utama dalam pembangunan bangsa kita rnerupakan suatu ha1 yang
wajar, relevan dan suatu keniscayaan.
Namun tentu ada suatu pertanyaan
apa dan berbasis sumberdaya kelautan dalam kontek pembangunan nasional selama
ini. Justru disinilah ironi dan kenyataanpahit yang barus kita akui bahwa
selama ini atau setidaknya dalam tiga dasawarsa lebih kita melaksanakan pembangunan
nasional dengan lebih terencana dan sistematis, tetapi pembangunan berbasis
sumberdaya kelautan masih diabaikan. Singkatnya, sebelum era reformasi
pembangunan berbasis kelautan dianggap sebagai sektor pinggiran. Dan, jika
perkembangan dan kinerja sektor ekonomi berbasis kelautan ini jauh dari potensi
yang dimiliki dan jauh dari harapan bangsa ini, kala itu merupakan harga yang
harus dibayar karena kelalaian serta ignorance kita sendiri sebagai bangsa di
masa lalu.
PENCAPAIAN HASIL-HASIL PEMBANGUNAN KELAUTAN
Dibandingkan dengan potensi
dan peranan sumberdaya kelautan yang sedemikian besarnya sebagaimana diuraikan
sebelumnya, pencapaian hasil-hasil (achieuenzent) pembangunan berbasis kelautan
yang selama ini dilakukan sungguh masih jauh dari optimal. Pencapaian
hasil-hasil pembangunan di sektor yang berbasis sumberdaya kelautan selama ini
memberikan gambaran yang beragam. Dari ketujuh sektor yang dapat digolongkan
sebagai lapangan-lapangan usaha di bidang kelautan yaitu (1) perikanan, (2)
pariwisata bahari, (3) peanambangan dan energi, (4) industri maritime (5) transportasi
laut, (6) bangunan kelautan dan (7) jasa kelautan, nampak bahwa masing-masing sektor
mencapai hasil yang berbeda. Dari ketujuh sektor tersebut, hanya pertambangan
dan energi yang telah memberikan hasil dan sumbangan yang nyata terhadap
perekonomian bangsa. Sementara sektor perikanan dan pariwisata walaupun secara
potensial sangat besar, hasil-hasil yang dicapai mash jauh dari harapan.
Demikian pula halnya dengan sektor perhubungan laut, bangunan kelautan,
industri maritim dan jasa-jasa kelautan lainnya belum berkembang secara
optimal, dan bahkan jauh terlinggal. Padahal justru dari sumbangan sektor
perikanan dan pariwisata bahari itu sebenarnya kita akan dapat memperoleh
manfaat yang lebih panjang dan berkelanjutan, mengingat bahwa sumberdaya
perikanan dan pariwisata bahari mempakan sumberdaya yang bersifat renewable
resources. Di samping itu sektor perikanan dan pariwisata bahari juga dapat
memberikan manfaat lain yang kurang dapatdisumbangkan sector pertambangan dan
energi, yaitu selain menciptakan pertumbuhan, pada saat yang sama juga dapat
mendorong terciptanya pemerataan secara lebih adil.
KESIMPULAN
Perekonomian
harus selalu mengalami perkembangan karna menyangkut kehidupan masyarakat. Ditengah maraknya
pembangunan perekonomian di negara kita, terselip masalah yang cukup rumit,
yaitu antara ketidakseimbangan pembangunan disatu sisi dan masalah peletarian
alam disisi lain. Contoh akibat dari masalah ini adalah pencemaran, pengeksploitasian
sumber daya alam, alih fugsi lahan hijau menjadi ladang menghasilkan uang.
Pembangunan ekonomi berwawasan
ligkungan merupakan pembangunan keberlanjutan dibidang ekonomi yang
berorientasi pada masa depan dan terfokus pada pelestarian dilingkungan. Hal
antara keselarasan pembangunan dan lingkungan itulah yang menjadi barometer
keberhasilan pembangunan.
Pembangunan
ekonomi yang ada telah
banyak mencemarkan alam sekitardan menurunkan kulitas lingkungan. Masalah ini menjadi tanggung
jawab kita bersama dalam rangka menciptakan kemajuan pembangunan dan keasrian
lingkungan.
Perindustrian
di Indonesia berkembang pesat dengan semakin banyaknya pabrik yang berdiri
disetiap daerah, namun mereka
menghasilkan limbah yang mencemarkan lingkungan dan polusi yang menghasilkan
hujan asam. Walaupun sektor Industri mendatangkan keuntungan besar, hujan asam
yang timbul tersebar
di udara dapat merusak tanaman dan tanah sehingga hasil yang didapat tidak
bagus bahkan kurang baik jika dikonsumsi manusia.
Karna itu menurut
kelompok kami alangkah baiknya jika sector industry maupun sector lainnya yang
memanfaatkan Sumber Daya Alam bisa menyeimbangkan antara produksi perindustrian
yang terus menerus dengan kondisi alam yang tetap bisa terjaga dan terus
berkembang, tidak hanya mengambil dan memanfaatkannya saja. Selain itu juga
bisa dilihat dampak negative atau positif baik dari segi jangka panjang maupun
jangka pendeknya.