Senin, 02 Juni 2014

UU Perlindungan Konsumen dan Contoh Kasus


Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.

UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa ; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif ; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.

Di Indonesia , dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
  • Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
  • Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
  • Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
  • Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
  • Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
  • Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
  • Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Sanksi Pidana UU Perlindungan Konsumen
Dalam pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut telah diatur tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku usaha diantaranya sebagai berikut :
1)        Dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dan milyard rupiah) terhadap :
·         pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan berat, jumlah, ukuran, takaran, jaminan, keistimewaan, kemanjuran, komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau keterangan tentang barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ),
·         pelaku usaha yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1 ),
·         memperdagangkan barang rusak, cacat, atau tercemar ( pasal 8 ayat 2 ),
·         pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen di dalam dokumen dan/atau perjanjian. ( pasal 18 ayat 1 huruf b )

2)      Dihukum dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) terhadap :
·         pelaku usaha yang melakukan penjualan secara obral dengan mengelabuhi / menyesatkan konsumen dengan menaikkan harga atau tarif barang sebelum melakukan obral,
·         pelaku usaha yang menawarkan barang melalui pesanan yang tidak menepati pesanan atau waktu yang telah diperjanjikan,
·         pelaku usaha periklanan yang memproduksi iklan yang tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang/jasa.

Kasus Persengketaan antara Konsumen dan Pelaku Usaha.

Dalam kasus ini saya pernah mengalaminya sendiri. Sewaktu saya sedang berbelanja di salah satu tempat perbelanjaan yang cukup ternama, saya mencoba untuk membeli sebuah tempat beras dengan ukuran  kecil, dimana tepat dibawah tempat beras tersebut tertera sebuah harga berkisar Rp 197 ribu, untuk memastikan saya mencoba untuk mem-barcode kode barang tersebut sebelum saya membayarnya dikasir. Setelah saya barcode ternyata harga yang tertera sekitar  Rp 206 ribu, untuk memastikan harga mana yang benar saya mencoba untuk memanggil petugas yang sedang bekerja dsitu dan dy juga mengatakan “Benar yang tertera Mba, sedang promo weekend”, karena mendengar penjelasan petugas tersebut lalu saya membayarnya dikasir, sesampainya dikasir ternyata harga yang tertera sebesar Rp 206 ribu, saya mencoba untuk menjelaskan kepada petugas kasir sebagaimana petugas yang sebelumnya menjelaskan kepada saya. Untuk meyakinkan petugas kasir tersebut mengajak saya untuk ketempat dimana saya mengambil barang tersebut, dan sekali lagi petugas kasir tersebut meminta salah satu petugasnya untuk memerisakan harga barang tersebut dengan petugas yang berbeda dengan saya tadi. Petugas ini mengatakan bahwa harga yang benar Rp 206 ribu, karena saya merasa benar saya jelaskan kembali “Tapi itu didaftar harganya Rp 197 ribu”  dengan santai dia menjawabnya “Ya itu harga lama, harga yang baru Rp 206” saya berpikir kalau memang itu hrga lama kenapa masih dipasang disitu bukankah itu pembohongan public? Itu baru satu barang yang jelas terlihat perbedaan harganya, memang kalau dilihat selisih nilai nominalnya tidak terlalu jauh, tapi karena saya sudah kesal dengan pembohongan tersebut akhirnya saya memutuskan untuk pulang tidak jadi membeli barang itu. 

Bayangkan itu baru satu barang yang terlihat perbedaan, bagaimana jika konsumen lain yang membeli dalam jumlah banyak, tidak mungkin satu-persatu barang yang ia beli diperiksa harganya. Dilihat dari harga yang saya contohkan selisih satu barang bisa sekitar Rp 9 ribu bagaimana kalu sepuluh barang kita sebagai konsumen bisa rugi sekitar Rp 90 ribu. Untuk menghidarkan kejadian ini terhadap konsumen lain saya mencoba mengatakan kepada manager yang sedang bertugas disana dan manager tersebut langsung memriksanya.

Dari kasus yang saya alami ini saya melihat adanya pelanggaran dalam perlindungan konsumen yang tertera dalam UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia diamana dalam isinya memuat antara lain tentang; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Dalam kasus saya tidak mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang dijanjikan atau nilai yang sesuai dengan nilai yang tertera.

 Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar